Siapa yang sudah mendengar kue rangi? Atau jangan-jangan kalian sudah sering makan jajanan khas Betawi satu ini, walau jajanan kue rangi sudah mulai langka. Asli, selama saya tinggal di Cilandak dan kemudian pindah ke Depok, belum pernah lihat pedagang kue rangi lewat. Hanya ketika pindah ke Setu Babakan Jagakarsa, baru saya lihat kue rangi sering ngetem di lokasi Setu Babakan.
Baca : Lebaran Ketupat di Setu Babakan
Jangan lupa baca ini juga : Wisata Budaya Betawi di Jakarta Selatan
Awalnya saya tertarik
karena gerobak kue rangi ini unik banget, terdapat tungku pembakaran dari kaya bakar
untuk memasak kue rangi. Tungku yang cukup panas ketika kita berada di area
dekat gerobaknya, dan bisa dibayangkan dong kalau pedagang kue rangi keliling
pasti butuh effort kan. Sementara harga kue rangi hanya Rp 5000, sangat murah.
Terbuat
dari Apa Kue Rangi Jajanan Khas Betawi?
Tekstur kuenya yang
lengket, ternyata karena memang bahanya dari tepung kanji yang dicampur kelapa
parut. Tadinya saya kira dari tepun beras loh, karena sepintas kalau dilihat
warna kuenya putih, lalu kecokelatan setelah dibakar di atas tungku api seperti
terbuat dari tepung beras. Makanya kue rangi juga dikenal dengan nama sagu
rangi.
Harganya cukup
terjangkau sekali, sebab bahan-bahannya itu terbuat dari tepung kanji yang
memang murah dibanding tepung beras. Hanya saya proses pematangannya yang saya
pikir cukup ribet, karena pakai kayu bakar dan pedagang dengan gerobak kecilnya
harus membawa-baa tungku api yang panas dan sedikit riskan. Sebab area sekitar
pembakaran kue rangi itu terbuat dari material semacam seng dan besi, yang
kalau tersentuh panas.
Belum lagi persediaan tumpukan
kayu bakar yang ada di dalam gerobak, ini membuat beban tersendiri. Kenapa
tidak menggunakan kompor gas yang simpel saja ya? Katanya, aroma asap kayu
bakar itu yang membuat rasa kue rangi semakin spesial, khas kue tardisional
jaman dulu yang memang pembuatannya dengan kompor kayu bakar.
Kayaknya pengorbanan
penjual kue rangi patut diacungkan jempol ya, dengan harga yang relatif murah
untuk hidup di era digital ini. Namun masih mempertahankan khas kue tradisional
Betawi yang mungkin lama-lama akan tergerus jaman, karena banyaknya jajan
praktis yang menodai lidah masyarakat kekinian. Entahlah.
Seperti
apa Rasa Kue Rangi?
Mungkin ini pertanyaan
banyak orang yang belum pernah mencoba kue rangi. Saya sendiri yang baru
pertama mencoba saat tinggal di Setu Babakan ini, secara jujur memang kurang menyukai rasanya. Mungkin karena saya
kurang suka jajanan yang manis, saya cenderung suka jajanan yang gurih seperti
kerak telur.
Sementara kue rangi ini
manis karena saat disajikan dioleskan gula merah yang meleleh kental karena
dicampur dengan sedikit tepung kanji. Jaid untuk kalian yang menyukai camilan
manis, ada sedikit gurih dari campuran kelapanya, cocok sekali konsumsi kue
rangi ini. Hanya saja yang perlu dicatat, santap kue rangi selagi panas atau
hangat. Kenapa?
Mungkin karena terbuat
dari tepung kanji, ketika sudah dingin sedikit agak alot, dan lelehan gulanya
jadi kurang menggoda. Anak-anak saya suka sekali rangi, bahkan dalam kondisi
dingin mereka kayaknya masih menikmati, hehehe. Hanya saran saya, kue ini tidak
rekomend dibuat oleh-oleh jarak jauh karena kurang enak ketika sudah dingin.
Kalau disantap saat
panas atau hangat, kuenya kenyal dan lembut, gulannya meleleh lembut sekali di
mulut, sangat cocok disantap bareng kopi dan teh yang low sugar. Jika kalian penasaran, silakan berkunjung ke lokasi
wisata situs Betawi di Setu Babakan Jagakarsa, transportasi terdekat dengan
comuterline, turun di Stasiun Lenteng Agung dan lanjutkan dengan angkot kecil.
Baca : Kampung Budaya Betawi Setu Babakan Bangkit Setelah Pandemi