Sebelum
mulai menulis panjang, saya mau tanya nih sama kalian yang kebetulan berkunjung
dan membaca tulisan saya ini. Apakah kalian tahu kepanjangan dari OYPMK?
Kalau
masih merasa asing, atau baru pertama kali membaca singkatan ini. Baiklah ,
akan saya kasih info kalau OYPMK adalah singkatan dari Orang Yang Pernah
Mengalami Kusta. Nah, sejauh mana nih, kalian memahami tentang penyakit kulit satu
ini? Sebab Pemahaman tentang kusta sangat penting, karena menyangkut kehidupan
para OYPMK.
Saya
masih ingat betul, dulu sewaktu saya kecil ada seorang famili guru saya yang
menderita kusta, sampai menjadi disabilitas karena jari-jari tangan dan kakinya
habis dimakan penyakit kusta. Saat itu penyakit ini menjadi momok yang menakutkan,
setiap orang ketakutan dekat penderita kusta karena khawatir terpapar dan
menjadi cacat. Akibatnya penderita kusta dikucilkan.
Sudah
dipastikan kehidupan para OYPMK ini sangat memperihatinkan, tidak hanya
kehilangan kesempatan mendapat pekerjaan, tapi juga kehilangan kehidupan
sosialnya. Dampak dari ketakutan orang-orang tertular penyakit tersebut, karena
akan menjadi cacat seumur hidup. Lalu bagaimana untuk saat ini, apakah
penderita kusta maupun yang pernah mengalami penyakit kusta masih mengalami
deskriminasi dan ketakutan serupa?
Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK
Tanggal
24 Agustus kemarin, saya mengikuti streaming kusta di youtube Ruang Publik KBR yang
mengundang narasumber :
1.
Dr. Mimi Mariani Lusli - Direktur Mimi Institute
2.
Marsinah Dhedhe – OYPMK/aktivis wanita dan difabel
Dr
Mimi merupakan disabilitas tuna netra
yang dialami sejak usia 17 tahun karena degenerasi retina, tapi dengan semangat
luar biasa beliau bangkit dari kondisinya dan berhasil menjadi salah satu
alumnus Leeds University Inggris. Dr Mimi juga mendirikan Mimi Institute,
sebuah lembaga yang memiliki visi agar para penyandang cacat memiliki hidup
yang lebih baik. Termasuk para OYMPK, dan tentu saja ini membutuhkan dukungan
masyarakat, selain dalam diri penderita itu sendiri.
Karena
menurut dr Mimi, para disabilitas belum banyak mendapat kemerdekaan, disebabkan
masih banyak masyarakat yang belum menerima, jajaran pemerintahan juga belum
maksimal dalam memberikan tempat bagi disabilitas. Apalagi bagi penderita kusta
yang sempat mengalami mengucilan karena masyarakat takut tertular, padahal saat
ini kusta sudah ada obatnya, sudah bisa disembuhkan, dan tidak menular jika
pasien kusta minum obat dengan teratur.
Kusta Tidak Menular, Karena Kusta Sudah Ada Obatnya, Gratis di Puskesmas!
Pertanyaannya,
apakah kalian yang membaca artikel ini juga sudah tahu penyakit kusta sekarang sudah ada obatnya
secara gratis di Puskesmas, dan kusta tidak menular jika pasien minum obat
dengan teratur?
Seandainya
masyarakat mendapat edukasi tentang OYPMK, pasti para penderita kusta akan
lebih mudah melalui kehidupannya,akan terhindar dari stress, karena biasanya
para penderita kusta atau disabilitas lainnya ini begitu mengalami diagnos akan
merasa shock, perasaan tidak berguna, dan berkelanjutan jadi gangguan psikis.
Inilah yang justru membahayakan bagi kelanjutan hidup OYPMK.
Menurut
Dr Mimi, penyebab stress para penderita kusta diantaranya:
1. Informasi
yang keliru tentang apa itu kusta
2.Takut
menularkan oranglain, lantas menarik diri
3.
Stigma masyarakata
Padahal
seperti yang dipaparkan di atas, kusta dapat disembuhkan dan tidak perlu
khawatir akan menularkan ke oranglain. Untuk itu OYPMK harus bisa bangkit dan
mengedukasi orang-orang disekitarnya, bahwa kusta tidak menular dan sudah ada
obatnya. Dekati masyarakat, tetap semangat selesaikan pendidikan, dan cari perusahaan-perusahaan
yang bisa menerima disabilitas atau berkarya dengan passion yang dimilikinya.
Selain
keluarga, pemerintah juga benar-benar harus support para disabilitas, karena
para disabilitas yang tidak disupport ini akan menjadi penyumbang terbesar jumlah
pengangguran di Indonesia. Dr Mimi yakin jika pemerintah serius, pasti semua
itu akan mudah diwujudkan. Banyak terbukti kalau para disabilitas ini
bisa dan layak bekerja seperti masyarakat normal pada umumnya, contohnya Dr Mimi yang menjadi dosen.
Disabilitas Harus Keluar dari Penjara yang Membuatnya Tidak Merdeka
Marsinah
Dhedhe sebagai OYPMK, bisa mandiri dan menjadi seorang aktivis wanita dan
difabel, ini tidak lepas juga jadi dukungan keluarganya, dan keberaniannya
terjun ke masyarakat seperti Dr Mimi, sehingga masyarakat bisa menerimanya, dan
keduanya bisa berperan di masyarakat seperti orang normal lainnya.
Apalagi
kata Dhedhe, Indonesia memiliki UU yakni Pasal 11 UU Nomor 8/2016 bagi
penyandang disabilitas berhak memperoleh pekerjaan yang diselenggarakan oleh
pemerintah , pemerintah daerah, atau swasta tanpa diskriminasi. Karena itu
sudah waktunya disabilitas maupun OYPMK keluar dari penjara yang membuatnya
tidak merdeka.
Tentu saja, seperti yang DR Mimi katakan, para disabilitas atau OYPMK harus bisa menembus kesempatan kerja di tempat-tempat yang ada, harus bisa bertahan ketika menghadapi berbagai pertanyaan dan menjelaskanya agar masyarakat mengerti, dan tentu saja wajib belajar untuk bisa masuk ke tempat-tempat kerja yang layak.